Usai
membacakannya pada hujan aku membatin kembali mantra-mantra yang usang.
Selembar daun jambu luruh di hatiku oleh kelelawar, “Sebiji pun tak pantas
buatmu.”
Mega
telah kembali berpancar dari layar malam menuju bawah mimbar. Aku selagi menang
memerangi dingin dan angin, kunyalakan suluh. Merangkai gayuh hati. lafaz
talbiyah berhamburan bersama peluh. Hanya peluh.
Lalu
selembar daun jambu tiba-tiba jatuh di depan sajadahku, “Beribu biji pun tak
berharga bagi kelelawar.”
Semenjak
itu aku menekuri hakikat khalwatku sembari menakari debu di gumpal kalbu yang
deru.
Semarang,
7 November 2012
0 komentar:
Posting Komentar