Saya suka dengan kata-kata Boedi Ismanto ”Saya menulis (puisi) bukan untuk menjadi penulis (penyair), tetapi untuk menjadi manusia." Di sisi lain, saya juga menyukai kata-kata Imam al-Ghazali,”Kalau engkau ingin dikenal, sedangkan engkau bukan anak seorang raja, atau ulama besar, maka jadilah seorang penulis.” Silakan menjadi saksi!

Rabu, 06 Maret 2013

Ayat-ayat Bulan

I
Sehabis mengikis emas senja
di ufuk mega magrib
setampar bulan menyala
bahkan sebelum kau utarakan
puji-pujian sorga pada langit
            ii
lihat saja kegembiraan yang ada
butir-butir bintang bertebar di mata bocahmu
menawan sebuah kasidah
“mumpung padang rembulane
mumpung jembar kalangane”
dan kasidah-kasidah malam pun
mengukir bibir isya dan bocahmu
yang kembang di selendang bulan
            iii
Sebelum sungguh larut dalam bak wudhu
sebuah upaya menenggelamkan diri dalam rekaat-rekaat
dan ayat-ayat dari beberapa surat
atau ayat-ayat dari kali solat
kala kau benar-benar munajat,
sebagai tanda kalau rindu benar-benar mendada
            iv
Tiba-tiba terdengar kabar, lailatul qadar.
Adakah yang tepat menerka atau menyangka atau menanda
bahwa malam berbeda dan mereka merasa harus berbeda
dalam menyulam tasbih di pelataran musola.
Angin-angin berderap, deru di jendela
Debu-debu berterbangan di kolam.
Embun menyublim dari daun. Jarum-jarum kecil hujan.
Layar mega putih, sungguh putih.
            v
Dan bulan kian suluh
ketika katanya seorang hamba
yang tak pernah menaksir tentang
ayat-ayat bulan berhasil
mencuri Tuhan, Allah azza wa jalla
dalam gubuk reotnya.

Semarang, 2 Mei 2012
(dalam antologi,”Ayat-ayat Ramadhan” dan dinobatkan sebagai puisi terbaik ketiga)

Tertambat Puisi




Tertambat, melihat sebuah catatan yang seksi.
Menyusup ke diari, lalu mengiba diri.
“biarkan aku tinggal di sini!”

Lalu malam, menyusup pula
Ke kamar mimpiku yang sepi
Dari gemerisik jambu.
“biarkan aku menemanimu.”

Aku pun bangun dengan mata meloncat
Di ufuk timur. Tintaku muncrat di celana.
Dan kucari catatan yang berupa puisi itu di almari
Meninggalkan pesan.
“Biarkan aku mendewasakanmu
Sampai nanti!”

Semarang, 18 Oktober 2012                           
(dimuat di Radarseni.com pada 27 Oktober 2012)

Diam-diam



Diam-diam rembulan berpuisi
Ketika hujan tak hendak berhenti
Menyembunyikan wajah malamnya

Diam-diam hujan menulis puisi
Ketika mendung tak menyuruhnya pergi
Mendekap hangat selimut malamnya

Diam-diam akulah puisi
Ketika hujan dan rembulan
Saling berkunjung di kamar malamku
Mengisah duka dan cinta.

Semarang, 14 Oktober 2012
(dimuat di Radarseni.com pada 27 Oktober 2012)